Relevansi Kemendasaran Wujud dengan Gerak Subtansial dan Kausalitas
Tugas 4 Ontologi
Judul : Relevansi Kemendasaran Wujud dengan Gerak Subtansial dan Kausalitas
Oleh : Eka Rofiyani
(Santri ontologi Filsafat Pondok Pesantren Mahasiswa Madrasah Muthahhari - Yogyakarta)
Bismillahirrahmaanirrahiim…
Allohumma Shalli ‘alaa sayyidinaa Muhammad, Wa ‘alaa Aalii Sayyidinaa Muhammad…
********************************************************************
Memahami kondisi suatu realitas yang menjelma dialam sebagai satu maujud, kita mendapati dalam maujud itu ada wujud dan mahiyah. Sebagaimana bunga harum itu lahir dari hubungan antara wujud bunga dan mahiyah harum.
Harum adalah salah satu sifat alam yang dapat disifatkan / diletakan sebanyak tanpa batas. Sebagaimana harum dapat disifatkan pada bunga, parfum, baju dan seterusnya tanpa batas. Ketika harum ini diletakan pada bunga, maka akan terbentuk satu individuasi berupa bunga harum.Yang jadi permasalahan adalah apakah yang menjadi sebab/dasar adanya bunga harum itu karena “harum”nya atau “Bunganya”?.
Istilah universal alami dikaitkan dengan sifat alami “harum” yang bersifat universal itu. Namun perlu ditinjau kembali apa makna dari istilah tersebut. Apakah harum itulah yang kemudian mengindividuasi dirinya menjadi bunga harum?dan karena sifat alaminya yang universal kemudian dirinya dapat mengindividuasi diri menjadi parfum, baju dll tanpa batas?.
Mahiyah sekalipun memiliki sifat universal, dia tidak dapat mengindividuasikan diri. Karena dia untuk dapat terindividuasi harus ada yang menerimanya. Harum sebagaimana harum tidak dapat kita temukan dialam, Harum harus diletakan pada bunga, parfum, baju dll yang ‘ada’ dialam. Jika tidak ada keberadaan (bunga, parfum, baju dll) harum tidak dapat menjelma.
Jadi, sifat universal alami yang dimiliki mahiyah bukan kejadian yang real di alam. Universal alami adalah atribusi logika. Melihat bahwa ada bunga yang harum, ada parfum yang harum, ada baju yang harum, kemudian logika mampu menarik kesimpulan dan mengatribusi bahwa ada sifat alami yang universal. Namun kejadianya sendiri tidak real di alam, karena untuk menjelma dia harus melekat pada sesuatu yang ada di alam. Melekat pada sesuatu yang dialam artinya melekat pada keberadaan. Dengan melekat pada keberadaan, mahiyah dapat menjelma menjadi individu. Jadi individuasi mahiyah bukanlah mahiyah terindividuasi, namun mahiyah menjelma menjadi individu karena disebabkan oleh adanya wujud.
Sesuatu yang butuh tempat pelekatan tentunya bukan sesuatu yang menjadi dasar atau hakiki. Melihat disini, maka wujudlah yang mendasari setiap penampakan. Tanpa ada wujud, maka penampakan harum, panas, putih tidak akan pernah maujud. Jika ada mahiyah manusia, maka manusia itu tidak akan mengindividuasi menjadi rovi (menyandang satu nama) jika tidak ada keberadaan yang menampungnya. Begitu pula dengan seluruh penampakan dialam ini.Dimanapun ada penampakan, pasti disitu ada wujud yang mendahului.
Kemudian ketika kita melihat kondisi alam, setiap individuasi mahiyah akan menjelma menjadi satu maujud, dan maujud mesti mengambil satu bentuk dan materi. Apapun bentuknya dan tersusun dari materi apapun, maujud sebagai bagian dari alam pun mengalami gerak, karenanya gerak subtansial bersifat alami pada benda.
Gerak subtansial adalah gerak dari kondisi aktual (maujud) menuju potensinya (non maujud). Dalam pergerakan ini, satu individuasi mahiyah bergerak menjadi individuasi mahiyah yang lain.Saat individu lain yang tadinya merupakan potensi kemudian mengaktual menjadi satu maujud, maka maujud sebelumnya meniada.Begitulah gerak terjadi, ada, meniada, ada , meniada.
Diulang kembali bahwa dalam maujud ada wujud (eksistensi: dalam hal ini adalah keberadaan materi) dan mahiyah (esensi: dalam hal ini adalah bentuk). Sebagaimana gerak yang terjadi dari air menjadi es. Dalam gerak itu materi air tetaplah air, hanya saja mengambil bentuk yang berbeda antara cair dan padat. Jadi, air menerima bentuk cair kemudian bentuk cair memiliki potensi menjadi bentuk padat, kemudian bentuk cair meniada dan adalah bentuk padat. Bentuk-bentuk yang dapat diterima oleh air tidak hanya cair dan padat, namun masih banyak bentuk-bentuk lain yang mungkin diterima air. Seperti apapun , sebanyak mananpun potensi bentuknya, air tetap menerima dan menjadi tempat kembalinya bentuk. Berubahnya bentuk menjadi air keruh sekalipun, Tidak lantas membuat keberadaan menolak air dan bentuknya.
Dari sini dapat kita lihat bahwa yang berubah dari proses gerak adalah bentuk.Materi yang tetap menerima bentuk yang berbeda-beda. Potensi dari bentuk memang banyak bahkan tak terbatas, namun potensi yang bermacam-macam itu tidak bisa aktual tanpa adanya materi yang menerima. Jadi, keberadaan materi menjadi suatu yang wajib ada untuk meniscayakan adanya gerak. Bahkan materi pun tidak akan aktual tanpa keberadaan dirinya. Tanpa wujud maka sebanyak apapun bentuk yang mungkin, tidak akan menjadikan gerak. Jadi yang menjadi sebab gerak atau penggerak adalah wujud. Sedangkan bentuk-bentuk yang tampak adalah pelekatannya kepada keberadaan materi.
Direalitas memang antara bentuk dan materi tidak terpisah. Namun yang menjadi dasar yang hakiki dari maujud itu adalah wujud. Begitu juga antara bentuk dan materi tidaklah menyatu. Buktinya bentuk es dapat meniada sedangkan wujud air tetap ada meski bentuk esnya meniada.
Kondisi alam yang senantiasa bergerak pun tidak terlepas dari hubungan kausalitas. Bahwa setiap akibat pasti memiliki sebab. Baik sebab maupun akibat tidak dapat menjadi sebab maupun akibat tanpa adanya hubungan. Secara ilmiah pun ,dalam segala kondisi, hubungan itu tetep eksist. Ambil contoh akibat air membeku, sebab dibekukan. Akibat air tidak membeku, sebabnya karena tidak dibekukan. Sebab air bergerak dari cair , dan akibatnya menjadi membeku adalah keberadaan hubungan. Disini kita lihat bahwa keberadaan hubungan adalah satu kewajiban. Apabila hubungan itu ditiadakan maka tiadalah sebab dan akibat. Jadi, sebab akibat adalah esensi-esensi yang diletakan pada eksistensi hubungan untuk bisa mewujud.
Kesimpulanya, Baik penampakan (individuasi mahiyah), keberdaan materi dalam gerak subtansial maupun hubungan dalam kausalitas semua bersandar dan bergantung secara wajib dan mutlak pada keberadaan. Maka wujudlah sebenarnya dasar dari semua. Atau yang dikenal dengan ashalatul wujud (kemendasaran wujud).Tanpa wujud, tiadalah semua individuasi, semua gerak dan semua kausalitas.
Wallohu a’lam bi shawab
Komentar
Posting Komentar