Kebetulan Relatif dalam Senyum Langit Ghaza (Dari Fitrah menuju Kiprah Perempuan)


Tugas 3 Logika Induksi
Tema : Analisis Kebetulan Relatif diantara Rasionalitas (Deduktif) dan Ilmiah (Induktif)
Judul : Kebetulan Relatif dalam Senyum Langit Ghaza
(Dari Fitrah menuju Kiprah Perempuan)
*****************************************************************
Oleh : Eka Rofiyani
(Santri Logika Induksi Ponpes Madrasah Muthahhari - Yogyakarta)

Bismillahirrahmaanirrahiim…
Allohumma Shalli ‘alaa Sayyidinaa Muhammad Wa ‘alaa Aalii Sayyidinaa Muhammad.

Semoga kasih sayangNya senantiasa terlimpah kepada Ayatullah Muhammad Baqir Shadr atas segala kiprah dan hikmah yang dipancarkan, sehingga saya yang fakir dalam pengetahuan ini turut merasakan kehangatan.

“Ibu adalah madrasah yang utama bagi anaknya, bila engkau mempersiapkanya, maka engkau mempersiapkan generasi terbaik”
(Syair Arab)

Yang menjadi persoalan dalam dalil rasional itu adalah ketika diturunkan ke hal-hal ilmiah ( dalam kenyataanya). Bagaimana menjadi madrasah itu? Bagaimana cara mempersiapkanya? Dan akan banyak variable-variable lain. Karena seorang anak itu begitu istimewa dan spesifik. Spesifik diantara yang lain maupun spesifik pada dirinya sendiri. Dia dengan yang lain tidak bisa disamakan, begitu juga dia sekarang dengan dia 2 detik kedepan bisa jadi sama bisa jadi tidak, Senyum Langit yang sekarang dan senyum langit 5 menit kemudian bisa jadi memiliki rentenan sebab yang sama maupun berbeda.
Dalam dalil rasional yang pasti (niscaya) kita akan banyak menemukan kesamaran-kesamaran pada fakta yang kemudian mengantarkan kita pada suatu pengetahuan yang tidak pasti terhadap prinsip rasional yang sudah pasti itu. Mengapa samar? Karena tidak semua hal secara ilmiah berhubungan secara niscaya di alam sebagaimana di rasio. Seperti misal secara rasio Jika langit bermain, dia tersenyum. Namun antara main dan tersenyum pada kenyataanya tidak berhubungan secara niscaya. Terkadang Langit bisa saja tersenyum bukan karena bermain, tapi karena merasa nyaman. Jika diapriorikan bahwa langit tersenyum pasti karena main, dalam arti hubungan senyum dan main air adalah niscaya, maka ketika lapar kemudian dia tidak bisa tersenyum, yang dilakukan bukan memberi Langit ASI, tapi cukup ajak Langit bermain air.
Karena banyak variabel yang mungkin diletakan pada senyum Ghaza, maka terkadang variabel itu bisa terjadi bersamaan dalam satu peristiwa. Itulah kejadian kebetulan. Pada saat yang sama (Langit tersenyum) bisa terjadi 2 peristiwa yang bersamaan (misal main dan rasa nyaman). Jadi, Kebetulan relatif terjadi karena hubungan-hubungan dialam tidak selalu terkait secara niscaya, kecuali jika memang dikaitkan.
Satu pembahasan yang cukup krusial mengapa metodologi induksi harus dipakai adalah adanya satu kejadian ini, yaitu kejadian yang terjadi secara ilmiah dan tidak mampu dijangkau oleh kaidah deduksi. Ada fakta namun tak terjelaskan secara dalil umum deduksi yang rasional. Oleh karena itu, Kebetulan relatif relevan di analisis dengan kaidan induksi, bukan dengan deduksi.
Mengapa relevan? Karena peristiwa kebetulan relatif (sebagaimana diketahui banyak kesamaran) itu fakta ilmiah (bukan dalil rasional) yang butuh penyingkapan,tidak dapat langsung di afirmasi maupun dinegasi. Namun , Kebetulan relatif harus bersandar pada probabilitas.Kekhasan sekaligus kekuatan Induksi adalah validnya data karena berdalil dengan dalil khusus (menganalisis per peristiwa) yang menjadi titik berangkatnya, membuka kemungkinan-kemungkinan dan berusaha melakukan pembuktian-pembuktian melalui observasi dan eksperimen. Maka kesamaran dalam kebetulan relatif bisa disingkap dengan metodologi-metodologi dalam induksi. Mencari sebab senyum Ghaza yang spesifik itu tentunya tidak bisa melalui dalil umum, kita harus berdalil khusus dengan membuka kemungkinan-kemungkinan sebab senyum dan kemudian menelisik rentetan kejadianya.
Sedangkan deduksi berdalil dengan dalil rasional atau dalil umum/general yang nantinya dijadikan prinsip yang apriori (diterima tanpa pengalaman /bisa diterapkan pada semua kejadian tanpa memperhatikan fakta spesifik).Peristiwa Kebetulan Relatif tidak dapat dinilai sebagai prinsip yang apriori,karena kejadianya bisa terjadi, bisa pula tidak, bisa terulang, bisa juga tidak,selain itu juga kejadian spesifik tidak dapat serta merta disamaratakan (digeneralkan) tanpa pembuktian.
Diatas disebutkan bahwa dalil rasional yang pasti itu banyak menimbulkan ketidakpastian ketika diturunkan dalam ranah ilmiah. Lantas darimana sebenarnya peristiwa yang tidak dapat kita pastikan itu bisa kita nilai sebagai suatu peristiwa kebetulan jika asalnya adalah suatu yang pasti dalam rasio?
Hipotesis pertama adalah bahwa peristiwa kebetulan relatif ada karena gagalnya induksi menyingkap atau kurangnya data ilmiah sehingga secara subjektif kita menemukan kesamaran, dan menilai hal tersebut adalah kebetulan. Secara subjektif, hal itu memang benar adanya bahwa Kebetulan relatif ada karena kurangnya data ilmiah terkait dengan rentetan-rentetan terjadinya. Kita menilai bahwa kejadian kebetulan itu tidak selaras karena kita belum menemukan sisi kesesuaianya (sebab). Padahal,kebetulan relatif tetap berdiri diatas suatu kesesuaian. Berangkat dari kesesuaian ini,maka peristiwa kebetulan ada kemungkinan untuk diulang. Kesesuaian ini berasal dari luar diri subjek, jadi dari sini bisa dibangun hipotesis lagi bahwa Kebetulan adalah satu peristiwa yang objekif pada dirinya, bukan karena subjektif pengamat yang tidak tahu.
Jadi, jika dilihat dari sisi peristiwa, hipotesis yang dapat dibangun adalah bahwa kebetulan relatif itu bukan peristiwa subjektif yang mana dia ada karena subjek yang meneliti tidak cukup mengetahui, namun disana terdapat hal objektif yang dapat menjadi suatu yang valid dan permanen. Dalam arti peristiwa kebetulan yang dialami seorang Ibu dalam mendidik anak ini, bukanlah disebut kebetulan karena disebabkan seorang ibu tidak tahu sebabnya, Namun dalam peristiwa itu memang ada hal baru yang objektif, yang apabila metodologi induksinya mampu menyingkap kesamaranya, peristiwa kebetulan ini dapat menjadi rahim pengetahuan valid/permanen yang baru. Dengan hipotesa itu, seorang Ibu sudah selayaknya seorang ilmuwan yang meneliti, mengobservasi dan bereksperimen. Jadi bagaimana seorang Ibu akan mengabaikan sedikit saja signal dari anak yang pada awalnya dinilai sebagai sesuatu yang tidak biasa? Bahwa signal itu memiliki sebab itu bukan bahasan yang menarik, namun hal baru apa yang ada dibalik yang tidak biasa itu yang dapat disingkap? Itulah yang selalu menarik dipelajari setiap waktu. Tentu pintunya adalah dengan tidak bisanya kita mengabaikan peristiwa kebetulan relatif yang terjadi.
Pada akhirnya mempersiapkan mendidik anak itu bukan suatu ilmu yang khatam. Dalam arti kita mempelajari teori tentang anak dan pendidikan lantas itu sudah selesai. Secara rasional memang katakanlah seorang Ibu bisa mahir berbicara teori pendidikan anak.Namun dalam fakta ilmiah, kadang seorang Ibu mengalami ketidakpastian dalam mendidik anaknya, yang membuat seorang Ibu tidak dapat serta merta menetapkan teorinya kepada anak. Namun terlebih dahulu secara induktif, kondisi rentetan anak harus dipelajari/dianalisis/ dikaji untuk menemukan kejelasan dari hal yang samar itu. Kemudian Ibu baru bisa mengintervensi variabel-variabelnya.
Namun tentu berbeda seorang Ibu yang memiliki teori/prinsip tentang pendidikan anak baru berkecimpung mendidik anaknya dengan Ibu yang langsung berinduksi tanpa bekal prinsip-prinsip rasional. Tanpa prinsip rasional, Seorang Ibu akan sangat pontang-panting menghadapi fenomena-fenomena yang dia alami atas anaknya karena begitu luas dan banyaknya variabel. Demikian prinsip rasional (kepastian) yang deduktif ini, berperan memberikan batasan-batasan dan pedoman-pedoman.
Jika dari sisi induksi, yang perlu untuk dikuatkan adalah kesiapan metodologi seorang Ibu menghadapi kemungkinan-kemungkinan yang bisa jadi muncul. Ibu yang menguasai metodologi, maka sesamar apapun peristiwanya, Ibu memiliki cara untuk menyingkap kesamaran itu.Sedang dalam sisi deduksi, yang perlu dikuatkan adalah keniscayaan dan kemendasaran prinsip.
Disposesi antara induksi dan deduksi dalam menghadapi kebetulan relatif yang mungkin muncul akan mengantarkan kita pada keniscayaan ilmiah. Kita berdalil dengan fakta-fakta. Kita mengintervensi fakta-fakta dengan dalil. Menjelmalah apa yang niscaya di rasio dan jelaslah apa yang terjadi dibalik fakta-fakta.
 Dalam catatan kecil satu langkah meninggalkan Bulan Kartini, terselip sebuah doa, Semoga para perempuan memanifestasikan fitrahnya dalam kiprah terbaik yang akan melahirkan generasi terbaik.

Wallohu a’lam bi showab.











Komentar

Postingan populer dari blog ini

SHOLAWAT MIRQOTUL MAHABBAH

Doa Rabithah

Seperti Sebatang Lilin