My Life, My Research



Tugas 2 Logika Induksi
Tema : Logika dalam Penelitian
(Catatan tentang Logika Induksi Berdasarkan Keberatan Baqir Shadr terhadap         Logika Aristotelian dan Refleksi terhadap Kajian Metodologi Penelitian Seri            doktoral dalam Disertasi Dr. Heri Zulfiar ,”Kebijakan Sektor Konstruksi untuk           Mereduksi Kerentanan Bangunan terhadap Gempa”
Judul :Penelitian tidak Sebercanda itu, Kawan… (Ternyata, Jungkir-baliknya seorang peneliti, ibarat candaan saja didepan penelitian sesungguhnya)
Oleh :Eka Rofiyani
(Santri Logika Induksi Pondok Pesantren Mahasiswa Madrasah Muthahhari - Yogyakarta)

Bismillahirrahmaanirrahiim…
Allohumma Shalli ‘alaa Sayyidinaa Muhammad wa’alaa Aalii Sayyidinaa Muhammad

Karena setelah beberapa sesi belajar saya menangkap bahwa dalam berdalil, muatan kevalidan lebih banyak terkandung ketika kita berinduksi, bukan berdalil secara deduksi yang cenderung tidak dekat dengan fakta-fakta ilmiah. Maka,Tema tugas kali ini, secara jujur saya katakan, cukup berat bagi saya sebagai mahasiswa, yang secara fakta ilmiah, belum pernah benar-benar menyelami dunia penelitian yang serius . Namun, dengan segala kerendaran diri atas pengetahuan yang sempit akan saya rangkaikan sebagai refleksi apa-apa yang mampu saya serap dalam segala keterbatasan yang ada, setelah berkali-kali melakukan pengulangan-pengulangan demi bertemu dengan kepastian akan hal-hal samar yang saya hadapi secara subyektif.
Demikian saya melakukan pengulangan-pengulangan yang dalam logika Shadrian bisa dijadikan landasan valid untuk kebetulan relatif yang mungkin terjadi dalam rangka mencapai keniscayaan ilmiah. Meskipun dalam pengulangan itu, saya tidak mengafirmasi (bahwa akan terjadi kebetulan yang lain:kebetulan saya tidak paham lagi), maupun menegasikan (tidak akan terjadi kebetulan lagi : sesuai harapan pembelajaran, saya akan paham). Kebetulan selalu bergantung pada probabilitas. Ketika kita menemukan ketidakpastian, maka kita dapat membuka kemungkinan untuk mencari kepastian. Dalam proses mencari kepastian pun akan sangat mungkin untuk terjadi kebetulan lain atau tidak terjadi kebetulan. Kita dapat lihat bahwa kebetulan selalu membuka ruang untuk probabilitas/kemungkinan, tidak bisa di afirmasi maupun dinegasi secara mutlak (didalilkan secara umum). Karena memang kebetulan tidak dapat diapriorikan (dipastikan akan terjadi atau tidak kemudian didalilkan secara umum dan diterima tanpa pembuktian faktual), karena jika diapriori kan, maka kebetulan tidak lagi spesifik kemudian probabilitas akan tertutup. Seperti halnya saya dalam melakukan pengulangan , mengumpulkan data primer dan mengevaluasi rentetan mengapa saya belum paham. Disini saya tidak bisa memastikan saya akan paham atau saya belum akan paham sekarang. Pengulanagn dan evaluasi ini semata-mata adalah ikhtiar saya untuk kemudian saya bawa kepada tawakkal kepadaNya untuk memberikan pemahaman-pemahaman
Hal-hal tersebut bertolak belakang dengan induksi aristotelian. Tulisan ini sedikit akan membahas 4 poin dari 7 poin keberatan Ayatullah Baqir Shadr terhadap induksi aristotelian dengan merefleksikan Disertasi Dr. Heri Zulfiar.
Dalam penelitian Dr. Zulfiar, beliau menggunakan metodologi penelitian Abduksi, yaitu kombinasi dari induksi dan deduksi. Dalam induksi aristotelian (deduksi), kebetulan menjadi hal yang dinilai valid, jika dia sesuai dengan dalil umum dan ciri-ciri yang ditegakan (tanpa melihat penerapan dilapangan). Namun dalam shadrian kevalidanya kurang karena dia berangkat dari dalil umum. Semisal dalam kebijakan, kebijakan mesti berangkat dari hal umum yang kemudian di terapkan kepada penerima kebijakan yang masing-masing memiliki kondisi yang berbeda. Seperti kebijakan hukum diindonesia yang diambil dari dunia internasional untuk kemudian diterapkan pada bangsa indonesia yang secara kondisi memiliki spesifikasi/ kekhususan yang berbeda. Dalam penerapan kebijakan, bisa jadi ada kebetulan yang terjadi bisa saja tidak (bisa jadi cocok diterapkan, bisa juga tidak).  Maka, kevalidan tidak bisa diambil hanya dengan memandang kebijakan apa yang berlaku, namun kita harus berinduksi untuk menelisik penerapanya.
Dalam sisi kevalidan, Hal-hal kebetulan yang dianalisis dengan induksi akan lebih valid karena induksi berdalil berdasarkan dalil khusus. Artinya induksi menganalisis dan menyajikan data peristiwa demi peristiwa. Namun, bagi orang yang tidak terbiasa menguasai metodologi (bagaimana mengolah fakta,dll) dalam ranah saintifik akan sulit dalam mencapai dalil umum. Tidak menguasai metodologi akan membuat peneliti menarik kesimpulan dari fakta-fakta dengan serampangan. Pada akhirnya meski datanya valid, namun kesimpulanya menjadi tidak dapat dipakai jika ditarik dengan cara yang keliru. Oleh karenanya induksi pun tidak dapat berdiri sendiri, kita membutuhkan deduksi (prinsip umum) untuk membimbing. (Prinsip umum seperti kausalitas, non kontradiksi, identitas, sudah dipelajari dalam epistemologi). Dalam Tulisan Mahdiya Az Zahro disebutkan bahwa deduksi adalah fantasi, sedang induksi adaah realitas yang cacat. Oleh karenanya, metode abduksi adalah metode yang komplit.
Dalam deduksi, kebetulan relatif adalah peristiwa yang terjadi ketika ada satu kondisi yang terjadi diluar keselarasan dengan premis-premisnya. Aristotelian tidak menerima kebetulan yang terjadi dalam premis-premis. Dia tidak membuka kemungkinan bahwa dalam peristiwa yang selaras, didalamnya terdapat sebab-sebab lain yang secara kausalitas tidak terhubung dengan premis-premis.
Dalam Penelitan Dr. Zulfiar,dalil umum yang dibuat berdasarkan apa yang diteliti adalah Resiko itu berbanding lurus dengan hazard (potensi bahaya) x slice capacity (kerentanan bangunan). Dalam perjalananya beliau menemukan adanya sebab lain dari besarnya resiko yaitu salah satunya faktor politik. Faktor politik adalah sebab yang ada diluar dalil umum namun terjadi bersamaan dengan peristiwa yang ada didalam premis.
Oleh karenanya, kita tidak dapat menerima kebetulan relatif dalam pandangan aristotelian yang justru menggugurkan peristiwa kebetulan itu sendiri.  Karena aristotelian sudah membatasi kebetulan dengan premis (apriori), sedangkan kita menangkap bagaimana mungkin kebetulan itu dipastikan, jika kebetulan dipastikan, maka gugurlah dia sebagai peristiwa kebetulan.
Keberatan berikutnya atas penolakan Aristotelian terhadap kebetulan relatif dapat kita lihat pada permisalan Kerentanan bangunan berhubungan kausalitas dengan sambungan besi, secara deduksi. Namun secara induksi ada banyak perubahan dari dalil umum tersebut. Misal ada bangunan rentan namun sebabnya bukan karena sambungan besi yang buruk, namun karena bentuk, letak atau faktor lain bahkan yang tidak diketahui sebabnya .Dan semua itu berlangsung di fakta. Hal ini menunjukan bahwa kebetulan itu bukan dalil rasio (yang teratur dalam premis-premis), namun dalil faktual yang terjadi dan tidak bisa ditolak ini tidak teratur dengan premis,dia terjadi secara acak tanpa bisa didalilkan secara umum. Perubahan yang terjadi secara faktual itu banyak belum disingkap sebabnya (pengetahuan tidak pasti). Maka kebetulan ini tidak bisa kita tolak maupun didalilkan secara umum.
Kemudian keberatan selanjutnya, jika Rentan bangunan dan sambungan besi punya hubungan objektif, yang menutup kemungkinan terjadi kebetulan. Disana masih ada aspek subjektif yang membuka lebar kebetulan relatif. Misal terhadap rumah yang dipilih secara acak, kebetulan ada rumah yang sambungan besinya baik tapi setiap kali gempa rumahnya runtuh. Fakta ini tidak menggugurkan aspek objekif. Namun kita harus menelisik rentetanya, sebab rumah ini tetap runtuh meski sambungan besinya bagus. Aspek subjektif ini begitu spesifik pada setiap hal-hal khusus. Dengan menyingkap rentetan ini secara induktif, induksi akan membantu kita menyingkap dan mendekati keniscayaan.
Sangat penting disini berdalil secara khusus, mengingat setiap peristiwa itu begitu spesifik. Berdalil secara khusus artinya menelisik rentetan kejadian. Karena setiap kebetulan itu pasti memiliki sebab. Dengan tanpa menggugurkan sisi objektif, sebab inilah yang akan coba ditemukan dalam rentetan.
Seperti yang dibahas diawal bahwa dalam kebetulan relatif selalu berkonsekuesnsi adanya pegetahuan tidak pasti yang didalamnya terdapat sangat banyak ruang kosong berupa kemungkinan-kemungkinan. Hal-hal tidak pasti ini akan kita bawa menuju yang pasti melalui kemungkinan-kemungkinan yang kita buka. Disinilah metodologi sangat dibutuhkan untuk membawa pengetahuan tidak pasti menuju pengetahuan pasti dengan basis kemungkinan-kemungkinan. Penguasaan dan tidak menguasai seorang peneliti terhadap teorema probabilitas matematis sebagai metodologi menarik dalil umum  (kesimpulan) dari sesuatu yang khusus (kemungkinan) menentukan hasil dari apa yang diteliti.
Seperti dalam penelitian Dr. Zilfiar, beliau berkata bahwa tidak hanya faktor politik yang muncul, Dr. Zulfiar mengatakan bahwa ada banyak faktor/variable lain (pendidikan, ekonomi, budaya, sosial, karakter gempa dll) yang muncul dalam perjalananya menjalani rentetan penelitan. Namun secara jujur beliau mengakui bahwa variable-variable itu beliau kesampingkan dalam pengambilan kesimpulan dengan cara mempertegas batasan-batasan penelitian yang dibuat. Jika variable-variable yang tiba-tiba muncul itu diperhitungkan, maka akan sangat sulit mengambil kesimpulan. Karena semakin diteliti, bukan semakin jelas, namun semakin banyak kesamaran (pengetahuan tak pasti) yang harus disingkap. Oleh karenanya, disinilah kepentingan adanya batasan penelitian.
Secara induktif, pengambilan kesimpulan dengan mengesampingkan variable (kebetulan-kebetulan) adalah hal yang tidak dapat diterima. Dalam penelitian Dr. Zulfiar sendiri masih merasakan keraguan dalam mengambil kesimpulan ketika mengesampingkan hubungan-hubungan kausalitas yang belum ditemukan antara satu variable dengan variable yang lain. Dan keraguan itu muncul karena metodologi yang belum cukup memadai dalam menghadapi variable yang begitu luas dan semakin meluas itu. Disini kemudian batasan bermain. Variable-variable itu kemudian disesuaikan dengan tujuan penelitian dan rumusan masalah. Sebagian variable yang sesuai diafirmasi dan yang tudak sesuai dinegasi. Meski faktanya variable itu ada dan memberikan pengaruh.
Disini kita menemukan bahwa ada sisi yang sangat gelap yang mengantarai antara dalil-dalil khusus paling valid sekalipun dengan dalil umum (kesimpulan). Sisi yang gelap ini menuntut suatu metodologi ampuh lagi dikuasai untuk dapat dicapai. Metodologi ini mendasari mulai bagaimana mengumpulkan data, mengolah fakta, menyusun definisi, menyusun kesimpulan, menghadapi kebetulan-kebetulan relatif, menyingkap pengetahuan tidak pasti, membuka kemungkinan, menyusun hasil, rekomendasi sampai validasi/verivikasi.
Dr. Zulfiar mengatakan bahwa metolodogi yang mempertaruhkan segala usaha dan konsep penelitian adalah validasi. Yaitu apakah penellitian itu valid dalam realitasnya. Jika hasil penelitian tidak implementatif dan berdampak, maka nilai kevalidanya menjadi sangat lemah. Untuk mengukur kevalidan penelitian melalui alat ukur implementasi dan evaluasi, maka hasil penelitian yang berupa kesimpulan / dalil umum itu akan dicoba untuk diturunkan kembali dalam hal-hal khusus dalam realitas. Disinilah akan teruji seberapa jauh variavble-variable diperhitungkan. Disinilah kesimpulan yang dibangun melalui dalil khusus itu akan diuji. Apa jadinya jika variable-variable kebetulan reatif itu dikesampingkan? Bagaimana jika kita berhenti pada deduksi dan tidak berinduksi untuk menyingkap pengetahuan tidak pasti? Atau bagaimana jika pengambilan kesimpulan/ premis mayor dari premis minornya tidak menggunakan metodologi yang ampuh? Atau bahkan langsung menggunakan dalil umum tanpa melihat kekhususan pada dalil khusus? Maka, kita tidak bisa menerima pandangan Aristotelian karena begitu banyak hal-hal yang patut dipertanyakan dan merupakan keberatan-keberatan yang pantas diajukan,
Kemudian ketika hasil penelitian akan diverivikasi, maka hasil itu akan bertarung dengan variable-variable yang ada dalam realitas. Basis validasi yang berasal dari variable di alam ini adalah basis validasi eksternal. Artinya, hasil penelitian ini harus diuji dari berbagai sudut, Dan perlu diingat, kondisi alam ini memberikan ruang yang luas untuk terjadi kebetulan ataupun tidak terjadi kebetulan, Diluar kekuasaan kita, kebetulan dalam proses validasi itu bisa terjadi, bisa juga tidak. Maka ketika kita benar-benar ingin menguji, pengujian itu tidak akan pernah selesai. Oleh karena itu, batasan kembali bermain disini, Dalam penelitian Dr, Zulfiar membatasi validasinya dalam basis validasi internal. Jadi, penelitian itu diuji dalam dirinya sendiri (penelitian). Dalam hal ini, induksi sudah bisa dijadikan basis, karena dengan induksi, penelitian dibangun dengan fakta-fakta, bukan asumsi dari peneliti itu semata.
Kesimpulanya, penelitian sesungguhnya bukan hal sederhana apalagi sebercanda yang dibayangkan. Yang bisa selesai dalam 1, 2, 3 tahun atau lebih dari itu. Kecuali jika ada tendensi yang pada akhirnya harus kita munculkan batasan agar sesuai dengan apa tendensi kita. Disana terdapat kerumitan yang jika ingin total maka setiap kerumitan itu harus diurai. Disana terdapat kebutuhan mutlak terhadap metodologi dan penguasaannya .Sehingga Ustadz Shafwan berkata bahwa penelitian sesungguhnya adalah long life reseach (Penelitian sepanjang hidup). Maka sangat relevan ketika kita menjalani hidup ini dengan terus secara berinduksi (melihat fakta, menelisik rentetan, membuka probabilitas) dengan bimbingan deduksi (melihat prinsip-prinsip umum) melalui metodologi probabilitas matematis (yang semakin membuat saya gandrung untuk mengenalnya).

Wallohu a’lam bi showab.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

SHOLAWAT MIRQOTUL MAHABBAH

Doa Rabithah

Seperti Sebatang Lilin